Jalan-Jalan Sumsel; Palembang

Beberapa hari yang lalu gue sempat jalan-jalan keliling Palembang dengan temen satu kamar(asrama)gue, Bobby. Yaaa, selain untuk refrensing, gue juga mau nyari ide dan melakukan observasi langsung mengenai tempat wisata di sumatera Selatan―Palembang khususnya―untuk gue tuangin dalam sebentuk naskah. Dan, keliling Sum-sel ini merupakan cita-cita gue sebelum pindah dari kota penghasil pempek ini. Yupzzz, karena setelah lulus dari SMA gue saat ini, rencananya gue bakal ngelanjut kuliah kalau gak di Bandung ya Jakarta, tapi, ehhh... akhirnya gue dapet kesempatan untuk lulus PMDK di sebuah Perguruan Tinggi di kota Bandung. Alhamdulillah... dan memang sih, karena gue bukan asli orang Sumsel, jadi gue akhirnya mungkin mau comeback ke tempat kelahiran ortu gue di Jawa. Entah di Solo atau Jakarta, tapi yang pasti gue mau pindah dan ninggalin tempat kelahiran gue ini, gue bertekad mau nerusin hidup gue di Kota besar, Jakarta. Niat ini tampaknya sudah mantap dan membulat, dan... gak bisa lagi diganggu gugat—kecuali atas ridho sang Ilahi Robbi.

Sebenernya gue cukup nyaman sih tinggal di Sumsel, tapi, selama gue idup di Sumsel kenapa pontensi yang gue miliki gak pernah berkembang, ya? Kaya menulis, nyanyi, gak pernah berkembang sebegitu pesat, paling cuma gitu-gitu amat. Kata seorang editor yang melajarin naskah gue, tulisan gue selalu kurang up date dengan jaman dan... itu memang gue akui, saat ini gue ngerasa serasa menjadi tarzan yang selalu ketinggalan jaman. Eitss, tapi gue gak bilang lho kalau tinggal di Sumsel itu gak enak! Enak kok, mungkin ini hanya nasib gue aja kali yang tinggal di dusun yang bertemankan sapi dan kambing.

Gue sering juga berandai-andai; ”seandainya dari dulu gue tinggal di kota, Palembang saja lah, mungkin gue gak jadi catro kaya gini! Huhukkk!!!” untung sajalah waktu itu Pak Dhe dan Mba gue berinisiatif buat menjadikan gue bisa berubah—berubah disini bukan menjadi power ranger, atau Satria Baja hitam, tapi berubah menjadi seorang yang berpikiran yang up date dan gak kaku. Akhirnya gue di daftarin sekolah di SMA yang cukup terfavorit di Sumsel ini, akhirnya gue lulus. Dan, dari sinilah gue baru nyadar... sadar... dan seratus persen nyadar, ternyata gue adalah satu dari sekian anak yang terbelakang tentang jaman. Huhukkk...


Balik lagi ke acara jalan-jalan keliling wisata Palembang...

Perjalanan dimuali pukul 09.00 WIB. Gue sama temen gue berangkat dari arama sekolah gue (Kayuagung) menuju pangkalan Musi sekitar satu jam kemudian. Selepas dari bus tersebut, kemudian kami melanjutkan aktivitas gue untuk jalan kaki sepenuhnya—karena rencana kami mau keliling-keliling Palembang dengan jalan kaki.

Bener. Rencana untuk jalan kaki keliling Palembang itu sudah terealisasi. Perjalanan pertama, kami mendatangi tempat aktivitas di bawah kolong jembatan Ampera, ada apaan sih gerangan di tempat itu. Ternyata! Diluar dugaan yang gue kira! Wuihhh... di tempat tersebut dijadikan sebagai tempat kalangan(pasar) kecil. Waktu gue dateng ke tempat tersebut, gue nemuin buanyak banget para pedagang yang menjajakan buah-buahan aneka macam, selain Semangka, Nanas asli Prabumullih yang terkenal manis dan enak itu, gue juga nemuin satu jenis buah yang benar-benar unik dan menggugah semangat gue buat nyobanya, namanya buah kanji, buah itu tengah di jemur di pinggiran jalan sekitar daerah kolong jembatan Ampera ini.

Lantas gue pun nanya-nanya sama pemilik buah ini. Katanya nama buah tersebut adalah Buah Keranji (Dialum indum). Katanya dulu banyak terdapat di Palembang. Buah ini banyak ditemukan di hutan pedalaman Sumatera dan Kalimantan yang heterogen di bawah ketinggian 400 m di atas permukaan laut (dpl), sebagian besar tumbuh tersebar di pinggiran hutan berbatasan dengan daerah perkampungan. Di Sumatera Selatan, tanaman keranji ditemukan tumbuh liar (atau menjadi liar) di daerah pedalaman. Sebagian tanaman keranji sudah ada ditanam di sekitar pekarangan rumah penduduk di desa-desa atau dusun. Hasil survey yang dilakukan tahun 2003 di Kabupaten Banyuasin, jumlah populasi tanaman keranji sudah tinggal sedikit, yaitu sekitar 700 pohon. Rata-rata produksi tiap pohon 60-200 kg buah segar per tahun. Pada umumnya tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman buah-buahan yang terkenal dengan rasa asam manisnya.


Setelah puas mencicip dan tanya-tanya tentang buah tersebut, lantas kami langsung potho-photo sebentar di sekitaran cafe Legenda. Setelah itu kemudian kami langsung meniti tangga jembatan—dari kolong jembatan Ampera—untuk naik ke atas jembatannya, karena kami mau menyeberang ke wilayah seberang jembatan tersebut. Kemudian kami berjalan menuju ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, kebetulan kunjungan waktu itu masih sepi, dan kemudian gue sama Bobby temen gue pun langsung memebli tiket masuk seharga Rp 1000.


Kunjungan kami ke Museum tersebut cukup seru dan asyik. Di sana kami juga dipandu dengan anak-anak sekolahan di Palembang yang juga tengah menacari tugas sekolah di Museum tersebut.

Perjalan pun kami lanjutkan menuju ke Benteng Kuto Besak, kami berphoto-photo sejenak, sembari mengamati bentuk bangunan tersebut. Unik dan cukup classik.


Akhirnya saat gue ngeliat jam yang melitit di tangan gue sudah nunjukin angka 12.00 Wib, maka gue pun dan temen gue si Bobby itu buat bersantap siang ke River Side Restaurant. Keliatannya sih memang megah, dan... kami sebenernya sempat takut makan siang disitu karena kepikiran soal harga yang mahal. Nyatanya enggak juga, kami cukup puas makan siang di tempat tersebut dengan pelayanan yang cukup ramah, dan makan sepuasnya dengan harga yang cukup terjangkau untuk ukuran dompet kami.

Yaya..., ternyata di River Side ini ada yang unik lho, yakni aneka menu yang kesemuanya berbeda dan cukup nyammyyyyy....! Menu yang kami suka sih Tenggiri Panggang, Seluang Goreng, dan ada satu sambal khas Palembang yang cukup seudeuppp banget. Liat aja gambarnya, menggugah selera pastinya...

Selesai mengisi perut di River Side Restauran, akhienya gue dan Bobby melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung buat Shalat Dzuhur. Berhubung di masjid belum adzan, dan waktu shalat kurang 30 menit lagi, lantas kami singgah terlebih dahulu ke tempat wisata yang kuereeen abis, dan suedepp dipandang yakni di Monpera a.k.a Monumen Penderitaan Rakyat. Gue sempet photo-photo bareng temen gue, lantas gue istiurahat sejenak sembario menikmati semilirnya angin di kawasan objek wisata Monpera ini. Bangunan tersebut sangat megah dan begitu menakjubkan, terdapat patung Garuda raksasa yang menempel pada bagian dinding dibagian tengah monumen tersebut.

Kami mengelilingi Monumen tersebut. Disamping bangunan tersebut terdapat relief yang dibangun cukup cantik dan megah, menggambarkan tentang perjuangan masyarakat Sumatera Selatan.

Selanjutkan, kami kemudian masuk ke dalam bangunan tersebut, kami belum sempat berkunjung ke tangga bagian atas bangunan tersebut, yaaaa... berhubung waktu dzuhur hampir tiba. Kami hanya sempat ngobrol sebentar dengan penjaga bangunan tersebut dengan beberapa orang veteran pada masa sebelum dan pra-kemerdekaan. Di dalam tempat tersebut terdapat banyak pajangan berupa persenjataan bekas perang merebut kemerdekaan dahulu.

Waktu kami untuk shalat dzuhur makin sekat. Akhirnya kami langsung bergegas menuju ke masjid Agung Palembang. Eitss lucunya, sebelum kami masuk ke dalam masjid utama, gue sama temen gue langsung melepas sendal kami masing-masing dan kemudian kami masukkan ke dalam tas kami masing-masing. Hehehe... maklum takut ilang!