Pembangunan Pendidikan di Daerah untuk Peningkatan Kualitas Pemuda Indonesia Secara Menyeluruh


Salah satu solusi untuk mengatasi berbagai persoalan di Indonesia adalah dengan memeratakan pendidikan bagi para pemuda. Karena pemuda dinilai sebagai penduduk usia produktif yang potensial dalam mendukung proses kemajuan negara. Bahkan, Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno pernah mengatakan dalam pidatonya, “beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemuda memiliki pengaruh besar sebagai agen perubahan bagi suatu negara. Karena di tangan merekalah tongkat estafet pembangunan negara akan diwariskan.

Jika dilihat dari definisi pemuda, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2009 (Pasal 1 Ayat (1)), menyebutkan, pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Sedangkan karakteristik pemuda menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2009 (Pasal 6) adalah memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab, dan ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik. Dengan adanya karakteristik tersebut diyakini, pemberdayaan pemuda adalah langkah tepat untuk proses keberhasilan pembangunan negara Indonesia.


Pemberdayaan tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai luhur melalui dunia pendidikan. Mengingat, dengan pendidikan, memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas pemuda dalam berbagai aspek, seperti halnya intelektualitas dan juga kepemimpinan―sehingga, setiap pemuda Indonesia nantinya akan memiliki karakter kuat yang berdasarkan asas Pancasila. Untuk itulah dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan ditegaskan, pendidikan memiliki peranan penting dalam membentuk kepemimpinan dan intelektualitas para pemuda. Sehingga, pendidikan (yang layak) adalah hak setiap pemuda dalam era pembangunan Indonesia saat ini.


Namun, apakah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak telah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia―khususnya pemuda? Jawaban yang tepat adalah, belum. Mengingat, masyarakat yang belum mendapat hak pendidikan yang layak masih tersebar di seluruh pelosok daerah di negeri ini. Jika dilihat dari fakta yang ada, lebih dari 1,8 juta anak setiap tahunnya tidak dapat melanjutkan sekolah. Sedikitnya 54 persen guru masih memiliki standar kualifikasi yang rendah. Ditambah lagi, 13,19 persen gedung sekolah masih berada dalam kondisi buruk (http://www.tribunnews.com/2012/09/19/gerakan-indonesia-berkibar-untuk-tingkatkan-mutu-pendidikan). 


Bahkan, sebagian dari masyarakat yang tinggal di pelosok daerah adalah buta aksara. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki kualitas pendidikan di bawah rata-rata. Dengan begitu, komitmen pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan warga negaranya, seperti yang tercantum dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945, masih menuai banyak kendala.


Yang harus kita cermati bersama adalah, bahwa pembangunan pendidikan di Indonesia saat ini masih sentralistik. Artinya, pengembangan kualitas sebuah lembaga pendidikan hanya berfokus pada wilayah tertentu―dalam hal ini adalah perkotaan, sementara kualitas pendidikan di daerah-daerah terbilang masih rendah. Hal itu terbukti dengan banyaknya institusi perguruan tinggi dari pulau Jawa yang mendominasi dalam daftar institusi pendidikan terbaik di Indonesia. Sementara institusi perguruan tinggi dari daerah-daerah, terutama Indonesia Timur, sangat jarang.