Supermodel


Fashion put it all on me/ I am anyone you want me to be

[Fashion - Lady Gaga]



Beberapa hari kemarin, saat perayaan ulang tahun ke-25 duo desainer kenamaan asal Italia, Domenico Dolce & Stefano Gabbana di Milan Fashion Week: Dolce & Gabbana Fall 2010 Collection, aku menjadi salah satu di antara 75 model berbalut koleksi terbaru Dolce & Gabanna tersebut.

Sudah lama aku memimpikan ini: menjadi male supermodel kelas dunia—yang melintang di dunia fashion internasional. Dan akhirnya, semua impian itu (dengan tidak mudah) telah kuraih. Dengan perjuangan yang keras, sampai akhirnya dunia fashion mencatat diriku sebagai salah satu supermodel yang disejajarkan dengan Tyson Beckford, Chace Crawford, Douglas Booth, Ben Barnes, Ashton Kutcher, Marcus Schenkenberg, Mark Vanderloo, Michael Bergin, dan bahkan, dengan mudah aku bisa berbaur dengan supermodel wanita favoritku: Kate Moss, Naomi Campbell, Carey Mulligan dan Tyara Banks.

Dan kau tahu bagaimana rasanya menjadi seorang supermodel, huh? Benar-benar melelahkan. Aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan. Aku juga sering diburu deadline. Dan bahkan, jangan harap aku bisa menyempatkan diri untuk mencari pacar, jika saja aku tidak bisa menyesuaikan jadwal. Terkadang aku harus bolak-balik dari Indonesia – New York – Jepang – Italia – Perancis, dan berbagai Negara lain hanya untuk mengikuti fashion show. Fiuh!

Di sisi lain, aku bangga, sebab aku bisa menjadi pemakai pertama high class fashion brands, seperti: Prada, Dolce & Gabanna, Chanel, Louis Vuitton, Versace, Aigner, Yves Saint Laurent, Armani, Jimmy Choo, Alexander McQueen, Gucci, Calvin Klein, dll.

Aku adalah salah satu supermodel Asia yang benar-benar beruntung bisa menembus predikat ini. Sebab memang aku harus bekerja keras dan melalui banyak tantangan untuk menjadi seorang supermodel. Apalagi aku adalah seorang lelaki yang memiliki bentuk tubuh yang kurang proporsional: aku memiliki tinggi 175 sentimeter, tetapi berat badanku cuma 57 kilogram—tentu porsi berat badan seperti ini belum bisa untuk dikatakan proporsional bagi seorang model laki-laki.

Tetapi, kebanyakan para pengamat fashion dunia mengatakan, bahwa aku memiliki sesuatu bagian tubuh yang unik dan menjual. Sebagai contoh: banyak orang yang mengomentari kalau aku memiliki bentuk rahang yang bagus; aku memiliki bentuk wajah yang benar-benar khas; kulitku juga eksotik; dan aku juga memiliki fashion sense yang baik. Dan lagi, banyak produk fashion yang menyewa gambarku untuk menjadi brand ambassador produk mereka, karena mereka menilai bahwa aku sangat fotogenic. Bahkan, akan banyak peserta fashion show yang terpukau saat menyaksikanku beraksi di atas catwalk—karena memang kata mereka, aku liar dan natural.

Aku benar-benar bangga karena bisa menjadi satu-satunya model Indonesia yang bisa menembus world supermodel. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk terus menginformasikan kepada dunia, bahwa Indonesia memiliki banyak model dan para kreator yang handal dalam bidang ini. Biar Indonesia bisa diperhitungkan dalam hal fashion, biar segala bentuk fashion khas Indonesia bisa dikenal dan bahkan popular dikancah fashion world internasional.

Sesungguhnya, aku mencintai dan meminati dunia fashion sejak sedari kecil. Dulu, sewaktu kecil, diam-diam aku selalu memperhatikan Mama ketika berdandan. Aku selalu jeli saat memperhatikan setiap gerak tangan Mama menyapu seluruh wajah dengan spons bundar, demi menyamarkan setitik noda di wajah yang sudah mulai keriput. Aku juga selalu memperhatikan setiap waktu di mana Papa berusaha memilih-milih fashion yang sesuai dengan penampilannya—di setiap kesempatan, apapun. Karena memang Papa dan Mama adalah seorang yang (kupikir) memiliki pengetahuan fashion yang baik. Meski pada dasarnya mereka bukan seorang model.

Buktinya, setiap bulan Mama kerap berlangganan majalah favoritnya: Cosmopolitan. Sedangkan Papa, juga kerap mengoleksi majalah seperti Men’s Folio dan Men’s Health. Terkadang, aku sering ikut-ikutan membaca majalah fashion milik mereka. Ketika membuka lembar-demi-lembar majalah tersebut, aku kerap termotivasi, bahwa kelak, aku akan menjadi sosok lelaki yang up to date dengan dunia fashion, dan bahkan, aku selalu menumbuhkan sikap optimisme dalam diri untuk bisa menjadi model seperti pria-pria modis dalam majalah yang sedang kuperhatikan. Dari situlah, aku mulai membangun mimpi.

Aku percaya, fashion adalah sesuatu hal yang sangat lumrah eksitensinya hingga tersebar ke seluruh dunia. Dalam hal ini, aku selalu inging memotong ujung mode. Aku selalu memiliki riak semangat menggebu, sehingga dulu, aku selalu terasuki doktrin, bahwa untuk terlihat lebih tampan, maka aku memutuskan untuk menjadi seperti model dan berusaha untuk masuk ke dunia modeling. Seiring dengan waktu, aku menjadi sadar bahwa pemodelan adalah pekerjaan impian bagi kebanyakan orang, termasuk diriku.

Tidak dipungkiri, bahwa aku selalu terpesona oleh kehidupan supermodel yang selalu bepergian ke seluruh dunia dengan pesawat pribadi mereka, diikuti oleh banyak pekerja seni, penata rambut, dan lain sebagainya. Cowok-cowok seperti diriku juga terkesan oleh kenyataan bahwa supermodel menghasilkan banyak uang dengan cara yang mudah.

Dan sekarang, aku telah mewujudkan obsesi itu.

Oh, Tuhan, benarkah aku telah mewujudkan obsesi itu?

Fiuh! Rasanya seperti… mimpi!

Ya, seperti mimpi, terdengar seperti seorang berbisik di telingaku.

Duaaarrrrrrrr…!!!

Duaaaarrrrrrrrrrr…!!!

Duarrrrrrrrrrrrrrrr...!!!

Duuaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrr…!!!

Brakkkk!!!

ARRRGGGHHHH…

SETAAAAAAAAAAAAAAAAANNNNNNNNNNNNNN!!!

“Kau benar-benar manusia keparat, Elektra! Mengganggu tidurku dengan seenak jidatmu! Brengsek kau!” aku langsung memburu Elektra dan melemparinya dengan guling bekas ilerku.
Mampus kau.

Sebab Elektra memang seorang teman yang memang jahil! Aku membenci dia, tapi terkadang aku juga menyayangi dia sebagai best friend. Tapi, kelakuannya kali ini benar-benar membuatku naik pitam. Dengan tanpa dosa dia menyalakan petasan, sehingga karena kaget, membikin aku jatuh dan terjungkal dari ranjangku.

Menyebalkan!

“Maafkan aku, Respatih. Sebab kau benar-benar mengkhawatirkan. Kudengar, kau sedang mengigau menyebut-nyebut nama Tyson Beckford, Chace Crawford, Douglas Booth, Ben Barnes, Ashton Kutcher, Marcus Schenkenberg, Mark Vanderloo, Michael Bergin dan bla bla bla… sehingga kupikir, kau sedang mimpi basah dengan mengimajinasikan para supermodel lelaki itu. Menijijikkan! Sejak kapan orientasimu berubah menjadi gay, Res?” ujar Elektra.

Aku terperangah.

Setan, keparat satu ini mendengar juga tentang mimpiku.

Aku bingung mau bilang apa. Tapi yang pasti, aku malu kalau seandainya aku berucap jujur, bahwasannya ketika dia sedang mengganggu tidurku, aku sedang bermimpi menjadi seorang supermodel. Kalau aku berkata jujur, pasti dia akan terpingkal-pingkal meremehkanku.
Kampret!

“Hey, tidakkah kau dengar juga, Elektra, bahwa aku tadi juga menyebut-nyebut Kate Moss, Naomi Campbell, Carey Mulligan dan Tyara Banks?” kataku.

Elektra memasang tampang culun. Lantas geleng-geleng. “Aku tidak mendengar kau mengigaukan supermodel-supermodel semok itu, Res!” katanya.

“Ahhhhh… itu perasaanmu saja. Perasaan yang ingin menjatuhkan harga diri seorang teman!” kataku.

Elektra terkekeh.

“Elektra, kau tentu tahu bahwa aku adalah seorang journalist sekaligus fashion design di Men’s Folio. Jadi wajar saja, kan, kalau aku sampai bermimpi bisa berada dengan para supermodel tersebut?” aku berusaha membela diri.

“Ya, ya, ya, terserah apa katamu. Tapi yang pasti, aku tahu bahwa pembelaan tentang mimpimu itu adalah fiktif. Akui sajalah, kalau kau bermimpi menjadi seorang supermodel.” Katanya sembari terkekeh.

“You… shitt, Elektra!” aku melemparinya dengan bantal ilerku lagi.

“Hey, Respatih, kenapa kau memarahiku, huh? Kau harusnya bangga memiliki teman yang mendukung sepertiku!”

“Mendukung kau bilang? Kupikir kau malah menertawakan dan menganggap mimpiku adalah sesuatu hal yang tolol dan konyol!”

“Hey, hey, kau sudah dewasa Respatih, jadi, seharusnya kau bisa meredam perasaan su’udzon-mu!” kata Elektra. “Ingat motivasi hidupmu, Res, everything start from a dreams! Kau sendiri yang kerap menyebutkan kata itu kepadaku!” Elektra menambahkan.
Aku terdiam. Bisu.

“Kau benar, Res, bahwa kau memiliki sesuatu kesempurnaan fisik yang sebenarnya begitu unik dan menjual! Semua ucapan dalam mimpimu itu ada benarnya: kau memiliki bentuk rahang yang bagus; kau memiliki bentuk wajah yang benar-benar khas; kulitmu juga eksotik; dan kau juga memiliki fashion sense yang baik.” Kata Elektra.

Sumpah, aku terbelalak dengan segala yang diucapkan oleh Elektra. Bagaimana mungkin dia bisa mengingat setiap ucapan yang ke luar dari mulutku dalam mimpi tadi. Bagaimana mungkin aku bisa bermimpi sampai berbicara sedetail itu.

Seperti mendengar kata hatiku, Elektra berkata, “Kau jangan kaget begitu—darimana aku tahu tentang isi dari mimpimu itu!” katanya, “Sebab kau bermimpi seperti sedang memberikan ceramah: dengan suara lantang dan mengalir.”

“Ini adalah mimpi teraneh yang barangkali pernah terjadi, Elektra,” kataku.

“Yeah, kupikir juga begitu! Maka, karena aku tidak ingin kehilangan momen tentang mimpi teraneh itu, lantas, aku segera mengabadikannya dalam sebentuk rekaman ini!” kata Elektra sembari menunjukkan handycam-nya.

Bangsat! Benar-benar keparat anak satu ini!

Sekali lagi aku bilang bahwa aku membenci dia. Sebab Elektra memang seorang teman yang memang (super) jahil! Tapi, kelakuannya kali ini benar-benar membuatku naik pitam, sehingga aku benar-benar marah tak karuan setelah dia bilang bahwa video rekaman amatiran keparat itu akan dia unpload ke Youtube.

Aaarrrrgghhhh... menyebalkan![]

1 komentar:

Nona Nanlohy mengatakan...

kok gak bilang2 sih lu kalo di undang sama mereka. kan gw bisa siap2 pasukan tempur dari sini. sapa tau ada acara bagi2 fashion GRATISSS. # getokin kaca sambil ngarep#