Feel the Atmosphere of “Kampung” at Nasi Bancakan



DALAM Bahasa Sunda, bancakan berarti “bersama”. Sesuai namanya, makan di Bancakan umumnya dilakukan beramai-ramai. Tempat makan Khas Sunda ini menawarkan berbagai keunikan yang jarang dijumpai di restoran lain, lho! Karena Nasi Bancakan menciptakan atmosfer “kampung” yang cukup kental, sehingga memanjakan indera para pengunjungnya dengan nuansa “kampung” dan makanannya yang sangat khas.

Begitu sampai di pintu masuk, akan ada Mang Barna—pemilik Restaurant Nasi Bancakan—yang berpakaian a la orang kampung tempo dulu, akan menyambut kedatangan kita. Konsep tempat makannya sendiri sih kayak prasmanan. Kita bisa langsung ngantri milih menu sendiri.

Keunikan

DI sini, kamu bisa nemuin masakan khas Sunda, kayak Ceos Kacang Merah, Gejos Cabe Hejo, Hampas Kecap, Tumis Lember, dan nggak ketinggalan ada sambel plus beraneka macam lalapan sebagai pelengkap, dll. Dan yang lebih unik, di sini, nggak cuma suasana dan makanannya aja lho yang jadul, tapi peralatan tempat kita makan pun menggunakan perabotan zaman bahuela yang kesemuanya terbuat dari seng, kayak piring, mangkuk, teko, baskom, dan gelas. Hmm… menarik, kan?

“Sebelum digunakan Nasi Bancakan, bangunan ini dipakai untuk bistro. Pada awalnya, saya ingin membuat kosep Nasi Bancakan dengan mendirikan saung-saung sebagai tempat makannya. Tetapi kondisi tempat tidak memungkinkan dan perlu biaya besar, maka kami pun hanya mengontrak atas kebaikan pemiliknya,” kata Abah Barna, sang pemilik Restoran Nasi Bancakan, ketika gue tanyain tentang konsep awal Restoran Sunda ini.

Lalu gue kembali mengajukan pertanyaan dalam obrolan santai gue tentang kelebihan yang dimiliki Nasi Bancakan untuk menarik pengunjung agar rajin datang ke restoran mereka, “kalau di Nasi Bancakan, semua makanan kami sajikan dengan harga yang lebih ekonomis. Karena memang, sasaran kami adalah kalangan menengah ke bawah. Kalau perlu, tukang becak pun bisa makan di sini,” jawab lelaki paruh baya yang berasal dari Desa Sukajadi, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut tersebut.

Makannya nggak jarang berbagai kalangan—mulai dari Tukang Becak sampai Pejabat, bahkan artis pun—mencicipi makanan di Nasi Bancakan. Pengunjungnya pun nggak terbatas dari daerah Bandung dan sekitarnya aja, tapi juga dari luar Bandung. Seperti keluarga Hendy Prasojo, pengunjung dari Semarang yang kebetulan sedang berlibur di Bandung, yang kemudian gue ajak berbincang sejenak mengenai Restoran Nasi Bancakan ini.

“Kebetulan saya sedang berlibur ditempat saudara di Bandung. Dan saudara saya merekomendasikan Nasi Bancakan ini. Ternyata memang makanannya uenak sekali. Saya suka makan di sini karena atmosfernya khas Sunda sekali dan peralatan makannya unik,” ujarnya dengan logat Jawa yang kental.

“Kalau saya suka makan di sini, selain enak, harganya juga murah, dan juga suka sama kekhasan dan tradisionalitas yang masih diusung sama Nasi Bancakan ini. Sepertinya kalau saya bakalan berkunjung kembali ke Bandung, pasti yang akan saya incar untuk pertamakali adalah Nasi Bancakan, terutama sambelnya yang maknyuoss mbanget!” timpal Ibu Santi, istri Pak Hendy Prasojo sembari terbahak setelahnya.

Harga

Ehmm… Soal harga sih nggak usah cemas! Nasi Bancakan mematok harga yang pasti terjangkau, kok. Apalagi buat anak kostan macam kita. Harganya mulai dari Rp.1000 sampai Rp.7000 saja. Dan untuk Gurame, dipatok harga Rp 35.000/ekor. Ada juga minuman khas seperti Cendol atau Dawet Cincao, dengan harga berkisar antara Rp. 5000 s/d Rp. 6000.

Akses

Nasi Bancakan bisa kamu temukan di Jl. Trunojoyo no. 62, Bandung. Tempatnya bersebelahan dengan Resto Sambara. Berjarak sekitar 300 meter dari Gedung Sate. Buka mulai Pkl. 10.00 WIB – 22.00 WIB di hari biasa, dan mulai Pkl. 09.00 WIB – 22.00 WIB di hari Minggu. Nasi Bancakan is ready to rock your tongue with their speciality menu. Wanna taste it? So, what are you waitin’ for? Be there now! (Zuma)

Tidak ada komentar: