Born This Way


I’m beautiful in my way/ Coz God makes no mistake/
I’m on the right track/
Baby, I was born this way//


[Lady Gaga]



Saya selalu menyukai sebait lirik tersebut. Menceritakan tentang kebebasan pandangan terhadap kesempurnaan seseorang. Saya sadar, saya hidup di lingkungan yang kerap mengkotak-kotakkan segala kesempurnaan berdasarkan apa yang dianggap lingkungan benar: cantik itu harus berkulit putih, tampan itu harus berpostur ideal, wanita cantik itu harus begini, pria tampan itu harus begitu. Ah, begini-begitu, hanya ilusi! Hmm.


Sebenarnya, apa yang dipikirkan masyarakat tersebut memang ada benarnya. Tapi bagi saya, parameter cantik atau tampan tidak hanya berdasarkan pandangan tersebut. Menurut saya, cantik itu bisa berkulit hitam atau putih. Tampan itu bisa berpostur ideal atau bahkan cenderung kurus―seperti saya. Tapi buktinya, puluhan atau bahkan ratusan iklan menciptakan pandangan bahwa kecantikan atau ketampanan itu seperti apa yang mereka ciptakan.


Saya penah mendengar, bahwa di dunia ini kenyataan adalah ilusi yang kita ciptakan sendiri. Dan kata teman saya, “hanya orang bodoh yang sampai percaya dengan ilusi yang diciptakannya.”


Saya sadar, bahwa industri iklan terus menciptakan hasrat (creating desire). Hasrat yang sebelumnya tidak disadari oleh wanita atau pria lokal. Hasrat yang sebelumnya tidak diketemukan dalam benak mereka. Hasrat yang nggak penting dan baru jadi penting ketika ada ilusi yang menawarkan “anda bisa jadi begini kalo pake ini!” Wooahh!


Dari Dian Sastro sampai Mariana Renata, dari Rio Dewanto sampai Darius Sinatria, dari Sex and the City sampai Desperate Housewives, dari Britney Spears sampai Lady Gaga. Dan siapapun itu yang berhasil menciptakan hasrat kebanyakan wanita dan pria Indonesia untuk bisa memiliki kulit putih, tubuh langsing atau ber-six-pack, dan rambut lurus, adalah seorang marketer hebat yang pastinya sekarang sudah sugih.


Lewat iklan, hasrat pun jadi sebuah mimpi yang terlaksana. Merasa putih setelah memakai Ponds White, merasa tampan setelah pakai Vaselin Men, merasa mapan setelah punya Clear Card Citibank, merasa dekat (maaf, bukan mirip) dengan Dian Sastro setelah memakai Loreal, merasa disayang suami dan mertua saat beli sabun cuci Surf.


Hasrat tak akan berhenti selama kita masih bisa menciptakannya. Tak ada api tak ada asap. Tak ada iklan tak ada keinginan. Sampai kapanpun mungkin keinginan manusia terus dipermainkan dan di-upgrade setinggi-tingginya oleh iklan. Seperti halnya kecantikan lokal itu yang kini sepertinya mengalami upgrading yang luar biasa, dari kuning langsat (Citra tahun 1988) sampai putih bersinar (Citra White).


Ah, suatu hari saya kepengin melihat iklan di Indonesia ini nggak hanya menciptakan ilusi yang membohongi masyarakat seperti itu. Saya pengin iklan kecantikan nggak melulu menonjolkan kulit yang putih. Saya kepengin ngeliat (atau bahkan bikin) iklan produk buat cowok yang nggak melulu menunjukkan bahwa cowok cakep itu harus ber-six-pack dan memiliki kulit yang putih! Saya bahkan selalu ingat jargon produk susu yang menyiratkan kekerasan simbolis, yang tentunya benar-benar “mengena” di hati orang-orang seperti saya: kerempeng, mana keren? Dan buktinya, ketika orang-orang kerempeng seperti saya mencoba produk tersebut, tak berdampak sama sekali pada tubuh saya. Yang ada, saya harus merelakan uang bulanan saya―sebanyak ratusan ribu―setiap dua minggu sekali untuk membeli produk susu yang tak berdampak sama sekali pada tingkat berat badan saya. Fiuh, terkadang saya merasa malu karena tertipu ilusi!


Satu-satunya iklan yang bertentangan dengan pandangan yang diciptakan oleh capitalist, yang saya tahu, adalah Dove. Entah kenapa sejak campaign yang dilakukan Dove, saya benar-benar tertarik dan menyukainya. Dove mengemukakan konsep bahwa kecantikan itu ada dalam bentuk yang berbeda-beda. Menggunakan wanita biasa sebagai model adalah objective campaign untuk memperkuat Dove sebagai produk personal wanita yang punya strong point of view on beauty. Ya, saya setuju. Tapi lagi-lagi, pandangan tersebut orang ciptakan untuk berjualan!


Awal ketertarikan saya untuk membahas tema ini adalah ketika saya menyadari bahwa banyak orang mendeskreditkan saya karena kekurusan saya. Hmmm, mungkin berlebihan jika saya bilang mendeskreditkan, mungkin lebih tepatnya banyak orang bertanya-tanya mengapa saya kurus―meski terkadang, saya merasa, cara mereka bertanya sedikit mengejek.


Jujur, sebenarnya saya sudah malas dan capek―bahkan dulu saya seringkali sedih―setiap mendengar komentar (yang terdengar mengejek) tersebut. Yaaa, bagaimana lagi, toh apa yang saya miliki adalah anugerah. Mungkin saya memang terlahirkan dengan jalan hidup seperti ini. Saya tidak mungkin bisa merubah jika memang sudah digariskan, meskipun sekeras apapun saya mencoba, saya tidak akan bisa jika memang tak ada “keputusan” dari-Nya.


Bukan berarti saya pesimis mencoba. Saya berkali-kali mencoba untuk merubah diri saya agar memiliki postur seperti apa yang saya inginkan. Namun berulangkali saya gagal. Bahkan di sela kegagalan saya, saya selalu meratap. Menganggap bahwa Tuhan tidak adil dan sebagainya. Jika hal itu hanya akan membuat saya berprasangka buruk dan semakin terlihat “rendah” sebagai makhluk Tuhan, lebih baik saya diam, dan menikmati apa yang saya punya.


Mungkin Tuhan telah mentakdirkan saya memiliki postur kurus dan cenderung berkulit hitam. Tapi saya yakin, di balik kekurangan fisik saya, Tuhan telah menganugerahi saya sesuatu yang berharga, sehingga jika saya bisa memanfaatkannya, akan membikin saya tampan di mata saya sendiri, bahkan mungkin orang-orang.


Ah, akhirnya kini saya tersadar dan selalu percaya, bahwa cantik atau tampannya seseorang bukan cuma dinilai dari fisik. Sebab itu relatif. Dan karena pandangan itu, saya kini menjadi lebih percaya diri dengan apa yang saya miliki. Saya berjanji tidak akan malu memajang foto saya yang belum diedit di photoshop. Saya akan menerima dengan lapang apa yang saya miliki, tanpa harus meratap. Dan yang terpenting, saya akan percaya diri dan berani menjawab “pertanyaan-pertanyaan” orang mengenai postur saya.


Semua janji itu saya buktikan hari ini. Ada seseorang yang bertanya (anehnya, lagi-lagi dengan nada sinis) mengomentari postur saya, seperti ini: “kurus banget sih loe?”


Dengan santai saya jawab: “penting buat LOE?”


Setelah mendenger komentar itu, di kepala saya serasa memutar refferance lagu Born This Way-nya Lady Gaga: I’m beautiful in my way/ Coz God makes no mistake/ I’m on the right track/ Baby, I was born this way//(*)

Tidak ada komentar: