Espíritu de Trabajo

Sastra adalah kehidupan. Upaya untuk terus berkecimpung di dalamnya, dengan memahami setiap kehidupan, mengasah kepekaan emosi dan selalu bergulat dengan pengalaman. Maka saya benar-benar cinta dunia Sastra. Meski sampai kini saya belum mampu untuk menembus penerbit dengan berbagai karya-karya saya, namun, saya tetap optimis, demi tetap mencintai sastra. espíritu de trabajo adalah sebuah kalimat yang mampu membuat saya bangkit dan semangat setiap kali terpuruk dalam segala hal. Bagi saya, berkarya adalah suatu tindakan yang benar-benar menyenangkan, meski terkadang dalam berkarya tidak melulu mulus. Selalu ada halangan dan atau penolakan.

Bagi saya penolakan bukan berarti segalanya akan berakhir. Jika satu karya saya tidak dilirik sama sekali oleh orang, baiklah, maka saya selalu bersemangat untuk berkarya lebih menggila lagi. Sebab saya percaya, ide adalah kekayaan manusia yang tak akan pernah habis. Berapa banyak ide yang bisa dihasilkan oleh otak manusia? Seribu? Sepuluh ribu? Seratus ribu? Satu juta? Satu milyar? Satu triliun? Saya tidak tahu. Mungkin perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal ini. Namun yang perlu kita lakukan sekarang adalah bersemangat dalam berkarya. Sebab dengan memiliki semangat dalam berkarya, saya yakin ide yang tak berbentuk itu pun akan menjadi sesuatu bentuk. Sebab karya adalah bersumber dari berbagai ide yang dihasilkan manusia.

Dan saya percaya, jika para penulis (sastrawan) telah kehilangan sentuhan dalam kehidupan dan mata batinnya tak pernah lagi bergulat dengan segala carut-marut kehidupan, hilanglah sumber inspirasi yang begitu berarti untuk dituangkan ke dalam hasil karyanya. Akhirnya hukum evolusi akan berlaku, dimana yang kuat dan memang memiliki keseriusan dan kecintaan terhadap sastra akan terus bertahan dan terus melahirkan karya. Saya selalu yakin, bahwa dengan semangat saya dalam berkarya akan menjadikan saya lebih mengerti dan menikmati hidup. Meski banyak “penolakan” untuk beberapa karya saya, saya yakin suatu saat akan banyak juga “penerimaan” bagi karya saya.***

DELETE

DELETE

DELETE

DELETE

Digoyang Bumi a.k.a Gempa

Bandung, 2 September 2009, 3.00 pm

Ketika itu gw masih sibuk chat sama temen-temen lewat YM, tiba-tiba ditengah keasyikan gw, gw ngerasa ada suara-suara bergerutuk di atas genteng. Eh, tak lama setelah itu langsung diikuti dengan goyangan yang super kenceng di sekitar kamar gw. Gw kirain sih gw mau pinsan, karena faktor gw yang lagi kelaperan(sebab puasa)... hehe...

Walau gw udah ngerasa kalo kostan gw joged(bergoyang-goyang maksudnya), gw masih tetep gak nyadar kalo yang tengah gw rasakan kemarin itu adalah gempa bumi. Gw denger para warga di luar sana pada teriak-teriak gak karuan!

"Gempaaaaaaaaaaaa... gempaaaa.... Yaollohhh... gempa!!!" gw denger suara-suara para ibu-ibu yang panik di luar sana. Berkat informasi tanpa sengaja dari para ibu-ibu yang kepanikan itulah akhirnya gw nyadar kalo yang tengah gw rasakan saat itu adalah gempa bumi!

Langsung aja gw ikutan berhamburan ke luar. Sebelum lari ke luar kost, gw sempat ada ide untuk sembunyi di meja belajar ato di dalam lemari pakaian gw, tapi, gw langsung menepis rencana itu, sebab sangking ketakutannya gw, sampe akhirnya gw lari ke luar gitu aja. Meninggalkan notebook gw yang ketika itu rusak gara-gara ketiban botol selai yang jatuh dari atas meja karena gempa sialan itu!!!

Saat gw mulai lari ke luar, di koridor tempat gw kost, gw menjadi bertambah panik, sebab para pajangan dinding dan botol-botol pengharum ruangan yang tergeletak di atas lemari koridor kostan pada melayang gak karuan! Gw terengos-engos, seketika yang gw inget waktu itu adalah emak gw di rumah. Sebab gw tinggal jauh dari orang tua. Kalo ternyata gempa kemarin sampe menyebabkan gw menjadi almarhum, apa reaksi emak gw di rumah???

Tapi syukurlah, gw akhirnya sampai ke luar dari kostan gw dengan selamat sembari membawa tampang lusut gw. Sebab panik gak karuan!!! Mau ngubungin emak gw buat minta restu dan doa biar selamat dari gempa, eh, malah koneksi jaringan ponsel gw error!!! Lantas gw pasrah aja ngerasain goyangan bumi, ngeliat tontonan gratis berupa genteng yang pada loncat dari gugusannya. Hmmm, teragis!

Sampai akhirnya bumi berhenti bergiyang. Dan dari situ gw bisa dapat informasi bahwa gempa telah menggoyang sebagian Pulau Jawa. Dan berpusat di Tasikmalaya-Jawa Barat. Haduh, pantesan kerasa banget guncangannya, terang aja, Tasikmalaya mah deket juga sama Bandung.

Huh, jujur aja kejadian kemaren adalah pengalaman pertama gw digoyang bumi alias gempa bumi....

DELETE

DELETE

Jalan-jalan Sumsel: Pulau Kemarau part

Pulau Kemaro terletak tepat di tengah Sungai Musi, Palembang. Pulo berarti Pulau, dan Kemaro berarti Kemarau. Nama Pulau Kemaro sendiri berarti merupakan pulau yang nggak pernah tergenang air, walaupun air pasang besar, pulau tersebut nggak akan kebanjiran. Dan pulau tersebut akan terlihat dari kejauhan nampak seperti terapung-apung di atas perairan Sungai Musi. Sepotong pulau yang begitu antik dan unik. Tidak ada jalan darat yang dapat dilalui selain menempuh jalur sungai dengan menyewa perahu getek atau Speedboat dari pelabuhan-pelabuhan di Palembang. Tetapi umumnya sahabat harus naik dari Benteng Kuto Besak.

Pulau Kemaro juga merupakan salah satu obyek wisata religius di Kota Palembang. Luas pulau ini sendiri sekitar 5 hektare dan letaknya sekitar 3 mil di sebelah hilir Jembatan Ampera, Palembang. Akar budaya dan legenda yang terkandung di dalamnya menjadi magnet yang mampu menarik minat banyak orang.
Pulau yang terpisah dari daratan Palembang ini adalah pulau yang memang dikhususkan untuk wisata ziarah terutama untuk penganut Buddha dan Kong Hu Cu. Setiap Cap Go Meh atau penanggalan 15 hari sesudah Imlek setiap tahunnya akan digelar perayaan besar-besaran di pulau ini. Ribuan warga Tionghoa dalam dan luar negeri berduyun-duyun mengunjungi Pulau Kemaro, pulau yang membelah Sungai Musi ini. Bukan hanya umat Budha Tridharma yang datang berkunjung, tidak sedikit umat Muslim pun ikut menyambangi pulau yang juga dikenal sebagai 'Pulau Jodoh' ini.

Pada malam perayaan Cap Go Meh, suasana di Pulau Kemaro bak pasar malam di negeri Tirai Bambu. Kedai makanan dan minuman sengaja didirikan untuk menjamu para tamu atau pengunjung yang datang dari Cina, Jepang, Singapura, Vietnam, dan Malaysia.

Di pulau ini, selain terdapat Vihara, terdapat juga Pagoda besar yang berwarna-warni serta taman. Sisa dari pulau ini adalah pantai dan hutan. Untuk masuk ke pulau ini, tidak dikenakan biaya apapun, namun menuju pulau ini membutuhkan biaya berupa kapal getek ataupun Speedboat yang harus disewa.
Adapun alasan mengapa Pulau Kemaro mendapat julukan tersebut. Konon, ketika Sungai Musi meluap ataupun surut, tinggi bibir pantai di sekitar pulau ini tidak pernah berubah. Selalu sama. Oleh sebab itu, pulau ini mendapat julukan kemarau karena memang selalu kering tak tersentuh air Sungai Musi. Sementara itu, ada legenda yang menyertai terbentuknya pulau ini. Umumnya, penduduk setempat maupun tour guide lokal akan senang hati menceritakan kisah ini kepada sahabat.
Sepertihalnya juga saya, saya juga mendapatkan sebuah kisah mengenai Pulo Kamaro ini atas penuturan dari seorang penduduk setempat. Beliau bercerita bahwasannya Pulau Kemaro yang terletak di sebelah timur kota Palembang ini memiliki sejarah masa lalu yang menyedihkan.

Di ceritakannya, bahwa jaman dahulu ada seorang pangeran dari negeri Cina, Tan Bun Ang, seorang pangeran itu berniat akan memperistri seorang putri dari Raja Palembang yang bernama Siti Fatimah. Dalam perjalanan menuju Palembang, ia berniat melihat hadiah apakah yang dibawakan oleh orang tuanya untuk digunakan sebagai upeti terhadap putri kerajaan Palembang tersebut. Tiba-tiba ia terkaget, ketika ia membuka pundi-pundi uang emas, isinya hanyalah sayur-sayuran semua. Lantas, Tan Bun Ang pun mencoba membuka semua pundi tersebut dan isinya hanyalah sayuran. Karena marahnya, maka Tan Bun Ang pun membuang semua pundi-pundi tersebut ke dasar laut. Namun, tanpa sengaja, ketika ia membuang pundi terakhir, sayurannya tersibak dan uang emas jatuh menimpa tepian pundi. Lantas ia tampak kaget. Ia sangat menyesal karena ia telah membuang seluruh pundi yang berisikan uang emas tersebut yang hanya ditutupi oleh sayuran asin tersebut.

Tak lama setelah itu, lantas ia pun menerjunkan diri ke tempat di mana ia mecemburkan uang-uang emasnya tersebut guna mencari uang emas tersebut. Sampai akhirnya berita tersebut sampai kepada Siti Fatimah. Siti yang menyesalkan kejadian ini pun akhirnya ikut menceburkan diri ke sungai untuk mencari suaminya. Ia bersumpah sesaat sebelum ia terjun, bahwa di lokasi tempat ia menceburkan diri akan muncul 5 gundukan yang akan menjadi lokasi makamnya. Lima gundukan tersebut dipercaya sebagai makam Sang Pangeran, Tan Bun Ang, Siti Fatimah, Panglima serta dua dayang Siti Fatimah. Lima Gundukan tersebutlah yang kemudian dikenal sebagai Pulau Kemaro seperti sekarang ini. Benarkah begitu? Tetapi, benar atau tidaknya sebuah cerita turun-temurun itu tidak usah dipermasalahkan. Tetapi, yang pasti dengan cerita itu kita menjadi terhibur, dan, tentunya kita masih dapat menikmati panorama alam Pulau Kemaro yang senegitu memikat ini.
SUASANA

Terasa sangat sejuk terlebih saat berlindung di bawah rindangnya puluhan pohon angsana raksasa. Pasca launching program Visit Musi 2008, 5 Januari lalu, Pulau Kemaro kian dilirik pengunjung, sekedar berwisata, beribadah, atau mendalami misteri yang terkandung di dalamnya. Atas keanekaragaman budaya, Pulau Kemaro resmi ditetapkan sebagai salah satu objek wisata andalan Kota Palembang.
AKSES

Menuju Pulau Kemaro tidaklah sulit. Ada dua rute yang dapat ditempuh. Pertama mengarungi Sungai Musi dengan naik kapal wisata atau perahu getek dari Dermaga Benteng Kuto Besak, di samping Jembatan Ampera. Tarif berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 70.000. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Angkutan wisata Sungai Musi di atas tidak langsung ke Pulau Kemaro tetapi juga singgah di objek wisata lainnya dengan rute perjalanan BKB-Ki Merogan-Kampung Kapitan-Bagus Kuning-Pulau Kemaro-Masjid Lawang Kidul-BKB. Namun kalau mau langsung ke Pulau Kemaro, pemilik kapal tentu akan melayani dengan senang hati.

Kedua melalui jalan darat ke Dermaga Intirub di Kelurahan Sungai Lais, Kecamatan Kalidoni, Palembang. Jaraknya sekitar dua kilometer dari PT Pusri. Di dermaga telah menunggu perahu getek dengan biaya berkisar Rp 30.000 hingga Rp 50.000. Perahu getek yang memuat enam penumpang ini biasanya akan mengelilingi Pulau Kemaro, mampir, dan pulang ke dermaga lagi.

DELETE

DELETE