Gramedia Merdeka, Bandung. 03 Nop 2009. 7.00pm
“WAW!!!” Aku benar-benar terbelalak ketika menamati seorang gadis bule yang tengah memilah buku-buku di Gramedia Merdeka – Badung, tadi. Cantik. Tinggi. Berambut pirang. Berhidung mancung. Bibir merekah indah berbentuk daun yang hmmm... (meski sedikit ‘ngeres’ aku bilang) menarik untuk dikecup.
Nampaknya bukan hanya aku yang memasati gadis asing itu. Tapi banyak mata lelaki lain yang berjelalatan memandanginya. Malah, kulihat seorang Bapak-bapak berbadan legam berkumis baplang itu nampak tersenyum heran ketika menamati pesona gadis itu—sungguh, nampak seperti seorang “catro” yang baru sekali ini bertemu dengan “bule”.
Ketika aku sedang meneliti cover “Rectoverso” karya Dewi Lestari, gadis bule itu mendekatiku. Lantas, dia bilang, “maaf, di mana aku bisa mendapatkan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer.” Ujarnya. Sungguh, aku terbelalak tak percaya kalau gadis itu bisa berbahasa Indonesia. Meski dialegnya sedikit kaku.
Dengan masih menampakkan raut ketidakpercayaanku, aku menjawab, “mungkin, kau bisa bertanya ke bagian informasi. Eh, tapi, aku tahu di mana buku yang kau cari itu berada.” Kataku. Gadis itu nampak sedikit lega. “mari aku tunjukkan tempatnya.” Ujarku sembari bergegas menuju ke tempat buku-buku bagian sastra. Sedangkan gadis bule itu membuntutiku.
Ketika kami menemukan buku-buku karya Pram, gadis itu kembali tersenyum. Aku mengambilkan satu judul buku karya Pram untuknya, “ini salah satu judul buku tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer yang paling populer, ‘Bumi Manusia’.” Kataku sembari menyodorkan untuknya.
“I already have 3 titles in this tetralogy. However, I passed Pramoedya Ananta Toer book titled “Anak Semua Bangsa”. Padahal itu buku ke-2 dalam tetralogi tersebut, bukan?” katanya.
Dahsyat, perempuan bule satu ini. Dia benar-benar hafal betul tentang buku-buku karya Pram. “Mengapa kau tidak membaca buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer yang dalam terjemahan English? Dengan begitu, kau tidak perlu bersusahpayah untuk menterjemahkan bahasanya.”
“Sebab aku memang sedang mempelajari sastra Indonesia. Baiklah, sebelumnya perkenalkan, aku Alicia Gertz dari Australia.” Katanya sembari menyodorkan tangannya padaku. Aku pun menjabat tangannya. Namun, ketika aku tengah berjabatan tangan dengannya, sungguh, rasa-rasanya tanganku enggan untuk dipisahkan dari tangan gadis itu. Sebab ketika aku menjabat tangan mulus itu, tanganku serasa menggapai sutra, halus, dan begitu lembut. Dengan gugup aku menjawab, “Aku Zuma.” Jawabku. Hanya itu.
“Apakah kau suka sastra?” tanyanya. Aku tersenyum (sok) manis. “tentu. Bukan lagi suka, tapi, aku begitu menggilainya.” Kataku (sok) lebay.
Dia tersenyum. “kalau begitu, bisakah kau beri aku referensi tentang buku-buku sastra Indonesia yang menurutmu paling bagus.” Katanya. Sorot matanya seperti memohon padaku.
“Tentu. Aku begitu mengagumi karya-karya Ayu Utami seperti, Saman, Larung, dan Bilangan Fu.” Kataku. Gadis itu terbelalak sembari mengangguk-angguk. “Oh, aku juga begitu mengagumi karya penulis Indonesia yang bukunya sedang aku bawa ini, ya, Dewi ‘Dee” Lestari. Dan ini salah satu buku karya dia, ‘Rectoverso’. Di mana buku ini juga menyertakan CD Album dari lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Dee sendiri. Di mana lagu-lagu itu juga menceritakan cerita-cerita dari buku ini. Namun, ada banyak karya fenomenal dia yang lain; Supernova, Perahu Kertas dan Filosofi Kopi.” Lanjutku. Lantas, aku mengulurkan buku Rectoverso-nya Dee itu untuk Alicia. Dia meneliti covernya.
“Hmm... nampaknya menarik.” Komentarnya.
Belum puas menjejalinya informasi tentang buku, lantas aku kembali berujar, “bukan itu saja buku-buku yang ditulis oleh penulis Indonesia yang fenomenal, tetapi banyak, ada Tetralogi “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata, yang dua dari buku teraloginya sendiri sudah difilmkan, yakni “Laskar Pelangi” dan sekarang baru dikerjakan satu film lagi dari judul buku karyanya yakni, “Sang Pemimpi”.
“Oh, ya? Aku sebenarnya ingin membeli semuanya, tapi, aku rasa tidak sekarang, sebab aku harus mempelajari buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer terlebih dahulu. Dan, nampaknya aku tertarik dengan satu buku ini.” Kata Alice sembari menunjukkan buku “Rectoverso” itu ke arahku.
Kami akhirnya terlibat dalam banyak pembicaraan. Barangkali sudah lebih dari 30 menit kami mengobrol banyak tentang buku-buku sastra di Gramedia Merdeka tadi. Sampai akhirnya dia terprovokasi olehku untuk membeli buku-buku yang aku sarankan untuknya; Rectoverso(Dee) dan Saman(Ayu Utami). Sebab aku ingin menunjukkan pada sahabatku, Alicia, kalau sebenarnya penulis Indonesia memiliki potensi yang hebat. Dan buku-buku karya penulis Indonesia layak untuk dikonsumsi oleh penikmat baca di berbagai penjuru dunia. Meski aku belum berhasil menjelaskan semua buku dan penulis terbaik Indonesia yang menurutku patut untuk diperkenalkan oleh orang asing, tetapi aku yakin, dengan menunjukkan dua buku karya penulis Indonesia tersebut, dia akan ketagihan untuk membaca lebih banyak lagi buku-buku karya penulis Indonesia yang lain.***
“WAW!!!” Aku benar-benar terbelalak ketika menamati seorang gadis bule yang tengah memilah buku-buku di Gramedia Merdeka – Badung, tadi. Cantik. Tinggi. Berambut pirang. Berhidung mancung. Bibir merekah indah berbentuk daun yang hmmm... (meski sedikit ‘ngeres’ aku bilang) menarik untuk dikecup.
Nampaknya bukan hanya aku yang memasati gadis asing itu. Tapi banyak mata lelaki lain yang berjelalatan memandanginya. Malah, kulihat seorang Bapak-bapak berbadan legam berkumis baplang itu nampak tersenyum heran ketika menamati pesona gadis itu—sungguh, nampak seperti seorang “catro” yang baru sekali ini bertemu dengan “bule”.
Ketika aku sedang meneliti cover “Rectoverso” karya Dewi Lestari, gadis bule itu mendekatiku. Lantas, dia bilang, “maaf, di mana aku bisa mendapatkan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer.” Ujarnya. Sungguh, aku terbelalak tak percaya kalau gadis itu bisa berbahasa Indonesia. Meski dialegnya sedikit kaku.
Dengan masih menampakkan raut ketidakpercayaanku, aku menjawab, “mungkin, kau bisa bertanya ke bagian informasi. Eh, tapi, aku tahu di mana buku yang kau cari itu berada.” Kataku. Gadis itu nampak sedikit lega. “mari aku tunjukkan tempatnya.” Ujarku sembari bergegas menuju ke tempat buku-buku bagian sastra. Sedangkan gadis bule itu membuntutiku.
Ketika kami menemukan buku-buku karya Pram, gadis itu kembali tersenyum. Aku mengambilkan satu judul buku karya Pram untuknya, “ini salah satu judul buku tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer yang paling populer, ‘Bumi Manusia’.” Kataku sembari menyodorkan untuknya.
“I already have 3 titles in this tetralogy. However, I passed Pramoedya Ananta Toer book titled “Anak Semua Bangsa”. Padahal itu buku ke-2 dalam tetralogi tersebut, bukan?” katanya.
Dahsyat, perempuan bule satu ini. Dia benar-benar hafal betul tentang buku-buku karya Pram. “Mengapa kau tidak membaca buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer yang dalam terjemahan English? Dengan begitu, kau tidak perlu bersusahpayah untuk menterjemahkan bahasanya.”
“Sebab aku memang sedang mempelajari sastra Indonesia. Baiklah, sebelumnya perkenalkan, aku Alicia Gertz dari Australia.” Katanya sembari menyodorkan tangannya padaku. Aku pun menjabat tangannya. Namun, ketika aku tengah berjabatan tangan dengannya, sungguh, rasa-rasanya tanganku enggan untuk dipisahkan dari tangan gadis itu. Sebab ketika aku menjabat tangan mulus itu, tanganku serasa menggapai sutra, halus, dan begitu lembut. Dengan gugup aku menjawab, “Aku Zuma.” Jawabku. Hanya itu.
“Apakah kau suka sastra?” tanyanya. Aku tersenyum (sok) manis. “tentu. Bukan lagi suka, tapi, aku begitu menggilainya.” Kataku (sok) lebay.
Dia tersenyum. “kalau begitu, bisakah kau beri aku referensi tentang buku-buku sastra Indonesia yang menurutmu paling bagus.” Katanya. Sorot matanya seperti memohon padaku.
“Tentu. Aku begitu mengagumi karya-karya Ayu Utami seperti, Saman, Larung, dan Bilangan Fu.” Kataku. Gadis itu terbelalak sembari mengangguk-angguk. “Oh, aku juga begitu mengagumi karya penulis Indonesia yang bukunya sedang aku bawa ini, ya, Dewi ‘Dee” Lestari. Dan ini salah satu buku karya dia, ‘Rectoverso’. Di mana buku ini juga menyertakan CD Album dari lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Dee sendiri. Di mana lagu-lagu itu juga menceritakan cerita-cerita dari buku ini. Namun, ada banyak karya fenomenal dia yang lain; Supernova, Perahu Kertas dan Filosofi Kopi.” Lanjutku. Lantas, aku mengulurkan buku Rectoverso-nya Dee itu untuk Alicia. Dia meneliti covernya.
“Hmm... nampaknya menarik.” Komentarnya.
Belum puas menjejalinya informasi tentang buku, lantas aku kembali berujar, “bukan itu saja buku-buku yang ditulis oleh penulis Indonesia yang fenomenal, tetapi banyak, ada Tetralogi “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata, yang dua dari buku teraloginya sendiri sudah difilmkan, yakni “Laskar Pelangi” dan sekarang baru dikerjakan satu film lagi dari judul buku karyanya yakni, “Sang Pemimpi”.
“Oh, ya? Aku sebenarnya ingin membeli semuanya, tapi, aku rasa tidak sekarang, sebab aku harus mempelajari buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer terlebih dahulu. Dan, nampaknya aku tertarik dengan satu buku ini.” Kata Alice sembari menunjukkan buku “Rectoverso” itu ke arahku.
Kami akhirnya terlibat dalam banyak pembicaraan. Barangkali sudah lebih dari 30 menit kami mengobrol banyak tentang buku-buku sastra di Gramedia Merdeka tadi. Sampai akhirnya dia terprovokasi olehku untuk membeli buku-buku yang aku sarankan untuknya; Rectoverso(Dee) dan Saman(Ayu Utami). Sebab aku ingin menunjukkan pada sahabatku, Alicia, kalau sebenarnya penulis Indonesia memiliki potensi yang hebat. Dan buku-buku karya penulis Indonesia layak untuk dikonsumsi oleh penikmat baca di berbagai penjuru dunia. Meski aku belum berhasil menjelaskan semua buku dan penulis terbaik Indonesia yang menurutku patut untuk diperkenalkan oleh orang asing, tetapi aku yakin, dengan menunjukkan dua buku karya penulis Indonesia tersebut, dia akan ketagihan untuk membaca lebih banyak lagi buku-buku karya penulis Indonesia yang lain.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar