Last Year Sticknotes

Tahun terus saja berganti, dan ini sudah menjadi suatu tradisi yang turun temurun. Coba saja jika tak ada pergantian tahun dan selamanya tetap seperti itu saja, kita tidak akan pernah berumur, akan tetap di masa yang sama meskipun dengan kondisi fisik yang berbeda. Coba kau bayangkan! Sesuatu yang mengesankan, atau malah mengerikan?

Sejarah: yang manis kita rayakan. Yang pahit kita catat, agar kelak tidak terjadi lagi.
—Quote from “Ruma Maida”—

Tak terasa, hari sudah di penghujung tahun kembali. Bagai sebuah buku yang sudah sampai halaman belakang. Semua cerita yang mengisi di tahun 2010 bagai teringat kembali, baik hal yang buruk atau pun hal yang menyenangkan. Walau banyak hal yang belum sampai sasaran, setidaknya kita belajar bahwa kita diingatkan untuk tetap semangat dan tidak putus asa.

Dulu, apa artinya dulu, sering sekali kita mengucap kata ini untuk menyebut waktu yang sudah berlalu. Mungkin adalah tentang sebuah kebanggaan yang musti diungkit-ungkit untuk menguatkan kepercayaan diri, atau mungkin, dulu yang kita dapat adalah suatu kesedihan yang musti tertutup rapat agar tak muncul dan membuat luka yang baru. Apapun itu, yang pasti itu sudah terjadi, biarkan dulu menjadi masa lalu, masa yang pernah kita jalani dengan terjatuh, tersandung-sandung ataupun dengan leluasa berlari karena begitu mudahnya.

Batas antara dulu dan sekarang hanya dipisahkan oleh segaris waktu tipis yang akan terus berdentang setiap detiknya, dan itu terjadi begitu cepat tanpa disadari. Apa yang kita lakukan saat ini sebentar lagi akan menjadi usang dan tinggal cerita, itulah perlunya kesadaran, untuk mengingatkan tentang apa yang harus kita lakukan agar dulu kita menjadi sesuatu yang pantas untuk dibanggakan dan menjadi sebuah cerita yang manis.

“Dengan menuliskan kewajiban yang tak terselesaikan, kebimbangan, dan kebutuhan mendatang di atas kertas, Anda telah membebaskan diri untuk berfokus pada yang terpenting.”
—Robert K. Cooper—


“First Things First” karya Stephen R. Covey yang ditulis bersama A. Roger Merrill dan Rebecca R. Merrill adalah sebuah buku yang menginspirasiku dalam menulis suatu catatan kecil tentang evaluasi diri (atau yang disebut Lembar Evaluasi Diri (LED)). Catatan kecil tentang evaluasi diri ini memang untuk mendata diri yang lama dan merencanakan diri yang baru. Sebagai contoh: Untuk menyambut datangnya tahun 2011, cobalah untuk mendata diri sepanjang menjalani tahun 2010: apa saja yang sudah kita lakukan dan hal-hal apa yang telah menjadikan diri kita sebagaimana yang kita harapkan dahulu di tahun sebelumnya.

Lantas, ada juga catatan yang dikhususkan untuk menampung keinginan dan harapan pada tahun 2011: mau seperti apa diri kita di tahun mendatang—ini penting, karena akan membikin tujuan kita menjadi terarah. Dengan mencatat seperti ini, kita dengan mudah bisa mengevaluasi diri tentang keinginan yang telah kita buat di tahun-tahun sebelumnya; apakah keinginan-keinginan yang lalu itu cuma sebatas keinginan atau bahkan formalitas untuk mengisi ritual ketika tahun baru?

“Kita jangan pernah takut memimpikan yang mustahil, jika kita menginginkan yang mustahil itu jadi kenyataan.”
—Vaclav Havel—

Aku percaya, bahwa sejak dulu, ritual membuat a wish di tahun baru seolah menjadi keharusan. Meskipun tidak banyak, namun setiap orang selalu berusaha menyempatkan diri menyusun daftar beberapa keinginan yang berebut untuk diwujudkan ketika tahun berjalan. Sebab, mimpilah yang membuat kita bisa mengambang dari “tanah” untuk meninggikan posisi kita dari yang sebenarnya. Hanyalah mimpi yang membuat kita bisa melihat keluar jauh dari “tempurung” yang mengelilingi—“tempurung” inilah yang sering membutakan mata pikiran dan membuat kita terjebak dalam ketidakberdayaan. Tanpa mimpi, kita hanya akan menjadi sesosok kayu tua yang teronggok di sisi jalan tanpa ada yang menghiraukan dan lama kelamaan akan lapuk membusuk tanpa sisa.

“You are never too old to set another goal or to dream a new dream.”
—C.S. Lewis—

Tak ada batasan siapa atau apa yang menjadi harapan dalam sebuah mimpi. Semua orang berhak bermimpi, dan mengutarakan mimpinya. Karena mimpi bukan hanya menciptakan pengharapan belaka, tetapi mimpi juga menciptakan kekuatan yang luar biasa dalam proses hidup. Sebab mimpilah yang membuat dunia berubah. Mimpilah yang telah menunjukkan keperkasaan para pelaut untuk bisa menaklukkan ombak besar dan menciptakan peradaban baru yang mengukir wajah dunia seperti saat sekarang. Mimpilah yang membuat perubahan dalam suatu peradaban. Mimpi jualah yang membuat ribuan maha karya seni tercipta dan menjadi inspirasi banyak orang untuk bisa mengekpresikan perasaannya. Pada intinya, mimpi itu bagaikan kompas dan peta yang akan menuntun dan memberi kita arah.

Mimpi bukanlah angan-angan, mimpi adalah sesuatu yang bisa memberikan nafas kepada kita untuk bisa terus berjalan dan berlari. Mimpi adalah seperti cahaya yang menerangi perjalanan saat memasuki terowongan yang begitu gelap, ini menjadikan semangat dan energi baru untuk kita melangkah. Mimpi adalah cita-cita, mimpi adalah yang membuat kita berbeda. Milikilah mimpi, karena ketika kita memiliki impian, kita akan selalu memiliki harapan dan kekuatan untuk menjalani kehidupan kita menjadi lebih baik. Sehingga impian akan membuka mata dan membuat kita melihat masa depan, tujuan, serta arah ke mana kita harus melangkah.

“Dalam hidup, kita tidak memperoleh apa yang kita mau, melainkan apa yang pantas untuk kita. Jika kamu menginginkan lebih, kamu harus menjadikan dirimu lebih juga.
—Farah Gray—

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah jangan pernah bermimpi jika tidak siap! Seperti yang dikatakan oleh seorang sahabat dalam suatu perbincangan, “bahwa beberapa pencapaian yang hebat hanya dapat dicapai oleh beberapa orang yang hebat saja, maka kebanyakan dari kita belajar untuk merasa puas dan bahagia dengan apa yang (hanya dapat dan mudah) kita raih dan miliki.”

Aku bersependapat dengan pernyataan seorang sahabat itu, bahwa kebahagiaan dan nilai hidup setiap orang berbeda, tapi pencapaian yang hebat tidak bisa dinafikan dengan apapun. Dan orang-orang hebat yang mencapai sesuatu dengan cemerlang memang bukanlah orang yang puas dan bahagia hanya dengan apa yang dimilikinya saat ini. Karenanya, jangan bermimpi menjadi seorang yang memiliki pencapaian, jika tak siap mengorbankan apapun. Cukuplah kau berpuas hati dengan apa yang kau miliki dengan kebahagiaan-kebahagiaan kecil itu.

“Don’t let people talk to you about doing the safe thing. Listen to what’s inside of you and decide what is that you care about so much that you’re willing to risk it all. Challenge your self. Take some risk in your life.”
—Barack Obama—

Makadari itu, kita jangan menjadi seorang pemimpi yang terkadang hanya memiliki asa kosong bagai para pemurung yang menghabiskan waktu di dunia sempitnya. Namun, kita harus menjadi sosok pemimpi yang nekat sekaligus memiliki tekad yang kuat. Karena dengan berbekal mimpi dan kenekatan, hingga akhirnya akan membawa tekad besar dan kelak akan mewujudkan semua mimpi-mimpi yang kita harapkan.

Akhir kata, “Selamat Natal & Tahun Baru 2011, dan jangan takut untuk membangun sebuah mimpi dengan dilandasi suatu tekat dan kemauan yang kuat! Semoga yang terbaik, untuk semua….”[]


Digubah dari salah satu kompilasi prosa referensi “Surat Elektra”,
yang berjudul “Sticknotes” karya penulis
untuk dimuat di rubrik Artikel Tema Magaz.inc.
Bandung, November 2009 – Palembang, 19 November 2010


Tidak ada komentar: